- Peneliti BRIN temukan artefak prasejarah, Hindu-Buddha, dan geologi di Gunung Tangkil, Sukabumi.
- Diusulkan Gunung Tangkil jadi situs cagar budaya karena artefak buatan manusia klasik dan batu dakon.
- Gunung Karang ditemukan indikasi kepercayaan religius dan aktivitas ilegal penggalian memicu rekomendasi jadi eko-museum
- Kota Sukabumi, IDN Times – Sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan kajian terhadap temuan arkeologis di kawasan Gunung Tangkil dan Gunung Karang di Sukabumi, Jawa Barat. Temuan berupa arca, menhir, dan batuan purba ini membuka potensi besar bagi kawasan tersebut untuk dijadikan situs cagar budaya dan eko-museum.Penelitian ini melibatkan para ahli dari berbagai bidang arkeologi, mulai dari masa prasejarah, Hindu-Buddha, hingga geologi. Berikut hasil temuan dan analisis mereka.
“Untuk situs Gunung Tangkil memang kami merekomendasikan ke Dinas Kebudayaan untuk bisa dijadikan situs cagar budaya agar bisa diteliti lebih lanjut,” ujar Yusmaini kepada IDN Times, Minggu (31/5/2025).
Hal ini diperkuat oleh Dwiyani Yuniawati Umar, ahli prasejarah masa megalitik BRIN. Ia menyoroti temuan arca yang tidak selesai dipahat (unfinished), yang menurut analisisnya menunjukkan ciri-ciri arca klasik masa Hindu-Buddha. Tak hanya itu, ditemukan pula menhir yang diduga merupakan bagian dari makam.
“Gunung Tangkil ini tampaknya digunakan terus menerus dari masa prasejarah, Hindu-Buddha, hingga masa Islam. Tapi hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut,” katanya.
2. Batu dakon dan tradisi leluhur
“Batu dakon ini dulu digunakan untuk memperkirakan musim tanam dan panen, juga untuk ritual kematian sebelum jenazah dikubur,” jelas Dwiyani.
Ia menambahkan bahwa arca dan menhir dari masa megalitik membutuhkan sumber daya besar, menandakan bahwa masyarakat yang membuatnya memiliki struktur sosial dan kemampuan teknis yang tinggi.
3. Gunung Karang: Kepercayaan religi dan mitos batu ajaib
“Kami menemukan batu nisan dan susunan batu berdiri di puncak gunung, yang menunjukkan aktivitas spiritual seperti pertapaan,” katanya.
Sementara itu, Jatmiko, ahli prasejarah masa paleotik BRIN, menegaskan bahwa sebagian besar batuan di Gunung Karang adalah hasil proses geologi alamiah, bukan buatan manusia.
“Karangnya sudah sangat tua, terbentuk dari proses pengangkatan laut jutaan tahun lalu, dibuktikan dengan jejak cangkang kerang,” jelas Jatmiko.
Namun, mitos tentang batu-batu menyerupai wajah manusia dan harta karun bawah tanah memicu aktivitas penggalian ilegal. Peneliti menemukan bekas lubang hingga dua meter serta sisa-sisa aktivitas manusia seperti sarung tangan dan pecahan piring.
4. Usulan jadi cagar budaya dan eko-museum
“Kalau bisa diamankan, kawasan Gunung Karang bisa menjadi eko-museum yang tidak hanya memperlihatkan batuan unik, tetapi juga mengedukasi soal proses geologi dan budaya masa lalu,” kata Dwiyani.
Peneliti berharap pemerintah daerah mendukung upaya ini, termasuk dengan memperkuat aspek pelestarian dan pengamanan kawasan dari perusakan.
Artikel ini telah tayang di Idntimes.com dengan judul “BRIN Teliti Batu Arca Gunung Karang-Tangkil di Sukabumi, Ini Hasilnya”

Tumpukan batu di Gunung Karang yang diteliti BRIN .


